Senin, 21 Mei 2012

Tersimpang

Apakah ini sayang? Tetiba kau menaruh sesuatu di tapak tangan kecilku. Sesuatu yang segera terasa hangat membungkus kulit dan menembus hati. Cintakah? Ah, sepertinya terlalu mendayu jika disebut begitu. Lagipula, hatiku ini terlanjur terlalu keras untuk merasa cinta seperti yang banyak orang rasa dan cerita. Jadi apa ini? Sepotong asa? Bolehlah jika kita sebut demikian. Karena memang hanya sepotong kecil saja besarnya. Kecil dan tidak penting. Sungguh, tidak penting. Sebegitu tidak pentingnya hingga kuuntai menjadi bandul, supaya dekat dengan degup hati. Sebegitu tidak pentingnya hingga bisa buat aku menyungging senyum meski mukaku terserang telak buliran badai pasir. Sebegitu tidak pentingnya hingga bisa membuat kaki gontaiku tetap melangkah pulang, meski kepala dan pundakku yang rapuh terpapar deras hujan. Jadi, kutanya lagi padamu sayang, apakah ini?

Siapakah kau ini sayang? Tetiba kau datang, memotong perhatianku ditengah alur rutinitas yang berbuah lelah lagi membosankan. Saat malam tiba, kau telah berdiri di situ, menungguku. Kau nyalakan deretan lampu kota. Lalu kau menggamit tanganku tanpa permisi untuk berjalan bersamamu di tengah kilau dan kerlipnya. Kau peluk aku erat sayang, seketika tulang-tulang lelahku berangsur menghangat dan menguat. Kau genggam tanganku dan sentuh punggungku, dimana setiap sentuhannya menjejakkan lapisan kulit yang membahagia. Tapi kenapa aku tidak bisa menyentuhmu sayang? Di saat aku mencoba mengusap pipimu, segera saja aku ternyata hanya menggengam angin. Wujudmu segera mundur, perlahan menghilang dengan meninggalkan raut senyum tipis khasmu itu. Senyum tipis yang aku benci namun juga aku rindu, karena aku tahu itu pertanda kau akan sejenak pergi. Aku tidak tahu dimana kamu, tapi kamu selalu bisa temukan aku. Aku benci kamu sayang, karena kamu tahu dengan tepat bagaimana membuatku lepas berderai tawa, namun juga membuatku menahan butir air di sudut mata. Jadi, kutanya lagi padamu sayang, siapakah kau ini?

Apakah kita ini sayang? Tetiba kita bertemu di jalan bersimpang. Berdua kita bukan tokoh utama dari sebuah kisah cinta yang manis. Jelas bukan. Karena kau sudah punya cerita cintamu, dan pun aku dengan kisah cintaku. Kita hanyalah manusia-manusia korban dari guyonan nasib yang sama sekali tidak lucu. Jadi, apakah kita ini sayang? Kait jalan bersimpang ini bergerak menjauh, di saat simpulku denganmu justru semakin menghubul erat. Inilah yang membuat aku sedih sayang, bukan karena yang lain. Belum puas aku nikmati cahaya kota berdua denganmu. Belum selesai aku ingin dipeluk hangat olehmu. Dan belum rela aku untuk melepas potongan asamu dari tanganku. Aku merasa ini belum seharusnya selesai sayang. Jadi, biar ku bertanya padamu sayang. Kita terpisah kini, namun suatu hari nanti, akankah kita tersimpang lagi?