Senin, 20 Juni 2011

Undur Diri

Saya bekerja di bidang brand marketing. Selama hampir dua tahun ini saya mengurusi sebuah brand minuman isotonik yang kiprahnya sangat dinamis. Jujur saya mencintai brand ini. Saya mencintai tim saya, saya mencintai pekerjaan saya. Tapi, Ya..saya mengundurkan diri dari pekerjaan saya sekitar dua bulan yang lalu. Kenapa?

PEMBENARAN
Apa sih hal yang secara natural paling mudah untuk dibuat oleh manusia? Menurut saya, jawabannya adalah excuse atau pembenaran. Dan seperti sejuta manusia lainnya (golek bolo/cari teman) saya punya sejuta pembenaran yang bisa saya langsung saya petik dari udara, sebagai alasan mengapa saya mengundurkan diri. Mulai dari tidak cocok dengan teman satu tim, merasa benefit yang diterima tidak sebanding, atau mendapatkan kesempatan yg lebih baik di luar sana. Tapi, lagi-lagi semuanya adalah pembenaran. Mungkin saya bisa meyakinkan orang lain dengan pembenaran yang bisa buat, tapi jelas saya tidak bisa membohongi diri sendiri kan? Makanya, setelah melakukan kontemplasi dan pemetaan masalah (halah,nggaya). Inilah ultimate reason saya. Pembenaran yang sebenar-benarnya.

TUMBUH KE ARAH BERBEDA
Saya pernah bercakap-cakap tentang relationship (or shit?) dengan sahabat saya, yang punya level keskeptisan tentang hubungan dan pernikahakan yang sama tingginya dengan saya. Kami punya opini yang sama tentang fenomena pasangan yang berpisah tanpa sebab. Maksudnya tanpa sebab dilihat dari sudut pandang orang lain di luar hubungan tersebut. Wajar adanya kalau dua insan yang terlibat dalam sebuah hubungan, pada titik tertentu, tumbuh ke arah yang berbeda, menjadi dua pribadi yang berjauhan. Wajar jika mereka memutuskan untuk mengakhiri hubungan, karena memang sudah tidak ada alasan untuk dipertahankan. Dan kami juga setuju bahwa itu tidak salah. Kedua insan tersebut tidak salah, dan tidak ada yang salah dengan hubungannya. It's just unfortunate event. Period!
Lalu, apa hubungannya dengan alasan berhentinya saya? Ya, saya dan brand tumbuh ke arah yang berbeda. Sounds like another "pembenaran" eh? Ketika kesuksesan brand menuntut pergerakan yang makin dinamis, tapi saya merasa tenggelam dan tidak bisa bernapas, maka saya memutuskan harus berhenti. Ketika brand saya mengusung jargon "Love Today" -dengan soundtrack dari salah satu penyanyi favorit saya, Mika- tapi saya mulai tidak bisa merasakan maknanya, maka saya memutuskan harus berhenti. Saat suatu hari saya merasa seperti robot dan merasa ini bukan saya, maka saya memutuskan harus berhenti. Dan saat suatu pagi saya jadi begitu enggan untuk bangun dari kasur dan memulai hari, maka saya memutuskan harus berhenti. Percayalah, kami -saya dan pekerjaan saya- tidak ada yang salah. Pekerjaan saya sangat menyenangkan, apalagi tim saya. Yah memang sih ada satu orang di tim saya yang dzolim, tapi bukankah beberapa orang memang ditakdirkan bersifat tiran? Jadi, walaupun memerlukan proses yang cukup lama, akhirnya saya bisa menerima perlakuannya. Kasus saya dan pekerjaan saya menyentuh prinsip pada level yang tidak bisa ditawar dan diganggu gugat. Prinsip saya, karena hidup hanya sekali dan tidak tahu kapan akan berhenti, “bahagia” menjadi prioritas utama saya. Saya ingin merasa bahagia tiap hari, termasuk di tempat kerja. Tentu saya tidak berpikir naif. Pasti ada hari yang mengesalkan di tempat kerja. Deadline yang semakin dekat, proyek-proyek yang menumpuk, meeting yang tidak bisa dihindari, dan lembar-lembar presentasi yang harus dikerjakan dengan indah. Tapi, pastinya, saya tahu overall feeling saya, apakah saya bahagia atau tidak. Saya merasa tidak. Akhirnya, saya memutuskan untuk berhenti. It was just an unfortunate event. Period!
Jadi, selamat tinggal kamu si botol biru. Semoga kamu makin bahagia, dan makin membuat bahagia orang-orang yang mengurusi kamu. Dan hai kamu si semen Swiss. Let me do this bitch. Hahahahaha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar